Kopi Susu dan Coworking Space: Gaya Hidup atau Eksistensi?
www.smartlink.biz.id - Aroma kopi susu yang manis dan suasana coworking space yang estetik kini jadi bagian dari keseharian banyak anak muda urban. Bukan cuma sekadar tempat buat ngopi atau kerja, keduanya pelan-pelan berubah jadi simbol gaya hidup produktif atau setidaknya, terlihat produktif. Di balik meja kayu yang mengkilap, dinding bercat putih, dan alunan musik lo-fi, banyak cerita dan alasan kenapa tren ini terus tumbuh.
Buat sebagian orang, bekerja di coworking space sambil menyeruput kopi susu terasa seperti cara paling ideal untuk tetap fokus sekaligus tetap "eksis". Rasanya lebih hidup dibanding kerja di kamar yang lampunya remang dan koneksi WiFi-nya suka hilang-timbul. Apalagi, story Instagram jadi lebih menarik kalau latarnya mural estetik dan caption-nya soal hustle life.
Tapi di balik semua kenyamanan dan vibes yang diciptakan, ada pertanyaan yang mulai sering muncul: apakah ini soal produktivitas atau cuma demi konten? Apakah benar coworking space dan kopi susu jadi kebutuhan kerja, atau hanya cara baru untuk menunjukkan eksistensi di dunia maya?
Coworking space memang menjawab tantangan baru dunia kerja yang fleksibel. Banyak content creator, freelancer, hingga entrepreneur yang menjadikan tempat ini sebagai markas harian. Mereka butuh tempat yang punya fasilitas lengkap, atmosfer yang mendukung, dan suasana yang nggak bikin bosan. Di titik ini, coworking space memang relevan.
Namun tak bisa dimungkiri, kehadiran kopi susu dan tempat yang “instagramable” sering kali menjadi nilai jual utama. Coworking space bukan sekadar tempat bekerja, tapi juga panggung personal branding. Secangkir kopi bisa jadi properti wajib untuk memulai hari, sambil diabadikan dan dibagikan ke sosial media. Terlihat sibuk, terlihat keren, dan terlihat "berprogres" jadi bagian dari kepuasan tersendiri.
Kopi susu sendiri, yang dulu hanya minuman, kini punya makna simbolik. Ia jadi teman kerja yang dianggap meningkatkan mood dan memperlihatkan selera hidup yang modern. Terkadang, bahkan lebih penting terlihat ngopi di tempat hits daripada benar-benar menyelesaikan to-do list hari itu. Ini bukan soal salah atau benar, tapi tentang bagaimana gaya hidup dan eksistensi mulai bercampur dengan cara kita bekerja dan membangun citra diri.
Ada semacam tekanan tak terlihat untuk tetap relevan, tetap tampil aktif, dan terus membuktikan diri lewat potongan kehidupan yang dikurasi. Coworking space dan kopi susu kemudian jadi tools yang dipakai untuk menyampaikan pesan itu. Meski begitu, semua kembali pada bagaimana kita memaknainya. Karena pada akhirnya, produktivitas sejati nggak selalu harus difoto.
Apakah coworking space dan kopi susu sekadar tren? Mungkin iya. Tapi bisa juga mereka adalah refleksi dari generasi yang ingin bekerja dengan cara yang berbeda lebih bebas, lebih nyaman, dan tentu saja, lebih estetik. Yang penting, jangan sampai terjebak pada tampilannya saja. Esensi kerja tetap soal hasil, bukan hanya soal tempat atau minuman yang menemani.
Coworking space dan kopi susu: tren gaya kerja baru atau cara memperkuat eksistensi digital? Temukan jawabannya di artikel ini!.***